|
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Meditasi Pernapasan Anapanasati - Petunjuk Ke Dalam Pelaksanaan Kammatthana |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Sang Buddha, Guru Agung Pengungkap
telah mendefinisikan batas dari Kaidah Luhurnya dengan kata-kata tegas
dan jelas seperti berikut: Dengan demikian jelas bahwa dunia Sang Buddha adalah dunia hidup berindera dan dalam dunia mana adanya soal Derita. Dalam dunia-dunia lain, yaitu dunia-dunia yang murni lahiriah yang menjadi bidangnya ilmu pengetahuan ilmiah, tidak terdapat sesuatu ajaran yang langsung mengolah tentang pembebasan, sebab melalui dunia-dunia tersebut tidak akan tercapai kebijaksanaan tertinggi ataupun pembebasan dari penderitaan. Seni situkang-kayu harus diwujudkan dalam bentuk kayu, seni sipandai besi harus diwujudkan dalam logam-logam; demikian pula seni sang yogin situkang-kebijaksanaan yang membebaskan harus diwujudkan dalam pikiran. Pikiran adalah bahannya, dan untuk mencapai tujuannya pikiranlah yang harus dimengerti dan ditempanya, sebab pikiranlah yang menderita dan pikiranlah yang memerlukan pembebasan. Segala benda-benda dunia luar dikenal manusia hanya secara tak langsung. Hanya pikiran, sang dunia 'dalam', yang dialaminya dengan langsung. Hanya dalam pikiran kita dapat berhadapan muka dengan muka dengan 'kesejatian'. Dan pengetahuan tentang kesejatian tidak mungkin menjadi lengkap tanpa pengertian akan pikiran serta perasaan, cerapan-indera, dan gagasan-gagasan. Dengan pengertian di sini dimaksudkan 'Kebijaksanaan Khusus Yang Menembus' yang diajarkan oleh Sang Pengenal Dunia (Sang Lokavindu) yang telah menyelami dasar-dasar yang terdalam daripada samudera kehidupan.
Oleh karena kita tidak mengerti
hakekat daripada benda-benda, maka telah sedemikian lamanya, dan kinipun,
kita terus mengembara kehilangan akal, kebingungan, asing dalam dunia
kita sendiri. Sebenarnya pengembaraan di dalam diri kita itu tak
mengetahui, tak mengenal, tercengkeram kesedihan, tertipu oleh
bentuk-bentuk, oleh kesenangan-kesenangan indera yang sebentar menguap
menghilang, tertipu oleh apa yang kita kira kesejahteraan, kesemuanya
itu tidaklah lebih dari dan tidaklah lain dari Samsara, Roda
Dumadi yang menyakitkan. Maka dalam komentar-komentar atas Samyutta
dikatakan: "Di sinilah adanya Derita dan Dan di sinilah didalam pikiran ini adanya gelanggang untuk berlatih (Yogabhumi). Di sinilah di dalam pikiran manusia dapat melengkapi dirinya dengan latihan-latihan untuk memenangkan Sang Pantai Aman, Sang Daerah Cahaya, Sang Damai Sempurna, yang terletak di sebelah sananya kegelapan Laut-Badai si Mara. Untuk melepaskan diri dari cengkeraman si Mara, Sang Maha Sempurna mengajarkan: "Bermeditasilah, O para Bhikkhu, latihlah Meditasi, sebab dia yang bermeditasi mengetahui sesuatu dengan sebenar-benarnya". Pertama-tama, Meditasi adalah usaha yang membawa Ketenangan dengan jalan memisahkan pikiran dari napsu-napsu dan konsepsi-konsepsi. Oleh Tetua Nagasena pernah diujarkan kepada Raja Milinda. "Bila O Maharaja, seseorang telah menghias dirinya dengan permata Meditasi maka konsepsi-konsepsi pikiran dari kesenangan badaniah, kemarahan, kekejaman, kesombongan, kesibukkan-kesibukkan, pengertian salah, ketidakpercayaan, dan segala konsepsi-konsepsi palsu akan lari pontang-panting, kucar-kacir serta berserak-serakan apabila mereka harus berhadapan dengan saudara-kandung mereka itu". Laksana benih teratai yang terpendam dalam lumpur di bawah permukaan air sebuah danau, dalam kesunyian pelahan-pelahan ia tumbuh menjulang ke atas mencapai cahaya dan udara. Demikianpun benih kebijaksanaan pelahan-pelahan menembus Lumpur Skandha, iapun tumbuh dalam tenangnya air Meditasi menjulang ke atas mencapai cahaya pengertian dan hawa udara kebebasan. Dengan menghancurkan pikiran yang menggelapkan, meditasi menyediakan wadah yang sesuai untuk memulai usaha membangun wawasan (Pandangan-terang, insight) yang menembus kedalam keadaan-keadaan fenomena. Dengan meditasi akan dimenangkan suasana yang serasi, yakni suasana 'dalam' untuk memperkembangkan garis pikiran yang tak terpengaruh rasa menyenangi atau tak menyenangi, yang mampu untuk menyelidiki 'Kesedemikianan' (thus-is-ness) daripada benda-benda demi kemampuan melihat Kebenaran secara terang dan sebenar-benarnya. Bila orang sudah mampu melihat secara itu, maka tidak lagi akan dirinya tergerak oleh getaran-getaran karmanya yang lampau. Dirinya sudah menjadi 'Tuan dari Hidupnya'; Pandangan-terang telah menjadi barang miliknya; dia adalah seperti seorang ahli kimia yang sudah berhasil merubah logam rendah menjadi emas murni. Sesungguhnya dilepaskannya sudah:
"Kodrat umur-tua demi Yang-Tak-Berumur. Pengungkapan methoda meditasi ini diatur dan disusun oleh seorang yang ahli bukan saja dalam sejarah meditasi tetapi yang telah lama pula menyelami pelaksanaannya. Segala perincian yang dibutuhkan seorang yang baru mulai berlatih meditasi, diterangkan dengan selengkapnya. Kitab ini penuh dengan petunjuk-petunjuk hidup sederhana, kuat dan langsung. Kitab ini membakar semangat serta membangun selera untuk melaksanakan meditasi berikut 'hidup lebih tinggi' yang indah murni dalam segala segi-seginya, dan yang terpisah dari 'hidup rendah' yang melulu duniawi. Di banyak negara-negara baik di Timur maupun di Barat 'Gudang Hukum Panen Lebat' ini telah menabur benih-benih dalam banyak benak hati. Semoga benih-benih itu berakar memenuhi tujuannya dalam bentuk Buah yang baik. Buku ini tergolong yang mudah dimengerti dan ditangkap, dan pada zaman modern kita ini, telah membawakan Sang Ajaran Murni ke seluruh sudut dunia. Sungguh melapangkan hati untuk mengetahui bahwa usaha bernilai ini sedang 'tour' mengelilingi dunia melalui cetakan ini, berbareng menyebarkan Berkah dan Kurnia dari Sang Ajaran yang memperkuat, menghibur, serta memimpin dengan bijaksana. Kepada mereka yang bercita-cita tinggi, biarlah kitab ini membukakan kata-kata murni dari Sang Buddha (Pavacana) tergenggam satu-satunya Jalan yang benar dan efektif untuk keluar dari kesedihan dan mencapai kebahagiaan dari cekikan kebencian dan mencapai kebebasan serta cinta kasih, dari ketakutan dan mara-bahaya dan mencapai sejahtera sempurna. Kiranya tidaklah terlalu berkelebihan untuk berharap agar para pembaca, sesudah mengetahui akan hal ini, akan memperpadukan perbuatan dan pikiran serta menegakkan semangat untuk mencapai Kebajikan Sempurna, Meditasi, dan Kebijaksanaan. Semoga Sungai Hukum Buddha nan Jernih ini selalu dan terus mengalir membawa manusia menuju kemajuan senantiasa.
BHIKKHU SOMA THERA
POKOK MEDITASI
JHANA
SYARAT UNTUK BERHASILNYA MEDITASI
BERHENTI, BERBELOK, MELEPASKAN
KEDUNIAWIAN Dalam pada itu teringatlah dia akan Sang Buddha, Kristus, dan guru-guru besar lain yang pernah diejek dengan kata-kata 'orang-gila, si dungu, si aneh' oleh orang-orang munafik yang melulu duniawi. Tetapi tak lagi diindahkannya ejekan, dan tak lama kemudian diapun mengerti bahwa lawakan yang rendah adalah buah dan watak yang rendah dan kasar. Caci-maki si dungu berbalik menjadi nama baik orang yang bijak. Maka diapun menegakkan tekadnya untuk mencapai Yang Tertinggi ltu.
PENGOTORAN DAN PEMURNIAN Pertama-tama seorang yogavacara menegakkan tekad untuk mencapai kebajikan (sila). Ia terkenang akan apa yang disabdakan Sang Maha Sempurna tentang sila dan berusahalah dia untuk mencapainya. Diingatkan bahwa Meditasi tanpa Sila tidaklah mungkin seperti tak mungkinnya badan tanpa kepala, atau rumah tanpa fondasi. Rumah mana akan rubuh terbalik jika sekali saja terlanda angin kencang. Sila adalah dasar untuk memelihara semua perbuatan yang baik, bahkan akar daripada segala kebaikan. Dengan Sila tidaklah berarti dengan menghafal paritta-paritta atau mentaati aturan-aturan saja. SILA adalah PENGWARNAAN PIKIRAN AKIBAT KEHENDAK (cetana-cetasika). Sila timbul sebagai hasil dari usaha menjaga pintu-pintu perkataan dan perbuatan. Usaha ini akan menarik diri kita dari kekotoran dan berbareng mendorong kita ke jurusan 'keadaan pikiran yang bersih dari napsu-napsu rendah'. Inilah Sila sejati yang laksana kapal memungkinkan kita untuk menjelajahi samudera kehidupan ini dengan aman dan sentosa.
Sila adalah Hujan yang memandamkan
Api penyakit dari kehidupan. Dia yang memiliki Sila akan terus menjulang tinggi, tak pernah dia menurun pada keadaan yang lebih rendah, sebab dirinya telah berdiam dalam Benteng yang tak terserang lagi oleh Kilesa. Seperti halnya seluruh dunia mempersembahkan harta dibawah kakinya seorang penakluk, Sang Bunda Sila yang dipersuburkan oleh Meditasi memenangkan, menganugerahkan kekuatan harumnya meditasi kepada sang yogavacara. Dengan Sila sebagai Perisai sang yogavacara memukul mundur semua musuh-musuhnya: keserakahan, napsu-napsu rendah, kekejaman, kekuasaan, kesombongan. Tidaklah ia bergaul dengan orang-orang yang congkak kosong melompong dan orang-orang yang tidak memiliki kewaspadaan. Selalu akan ingat bahwa ia mencari KUSALA EKAGATA CITTA, maka bertemanlah ia dengan orang-orang yang lemah-lembut dan penuh dengan kewaspadaan.
BAGIAN DARI POKOK MEDITASI
MEMPERSATUKAN KESADARAN
PERUMPAMAAN ANAK SAPI LIAR
PERBEDAAN ANTARA PRAKTEK HINDU DAN
BUDDHIS Raja dan Hatha Yoga dilatih dengan tujuan membangkitkan kewaskitaan (clairvoyance) dan apa yang diperkirakan penunggalan dengan Makhluk Agung, dsb. Untuk suksesnya latihan ini diperlukan pelaksanaan syarat seperti 'frebum-linguae' (lipatan lendir dibawah lidah) harus dipotong dan susu lidah dipencet keluar. Atau proses-proses lain yang serupa. Syarat permulaan ini penting untuk berhasilnya suatu praktek sistem Yoga. Walaupun hasil-hasil yang dicapai para Yogi Hindu (yang berhayal akan Jiwa Agung dan Jiwa Perorangan) itu tinggi, namun hasil-hasil itu bersifat duniawi (mundane). Hasil yang sama dalam hal kemampuan luar biasa (supernormal faculty) dan dalam hal penciptaan fenomena juga dicapai oleh seorang Buddhis tetapi diterimanya selaku 'hadiah sambilan' yang insidentiil atau sebagai sesuatu yang tidak penting. Hasil-hasil mana sudah akan diterimanya dalam Tingkat-Empat latihan Anapanasati ini dan hasil-hasil itupun dicapainya tanpa hidup bertapa yang ketat ataupun siksaan-siksaan badaniah apapun. Orang Buddhis diajar untuk tidak menghiraukan peristiwa-peristiwa yang tidak penting itu sebab tujuannya terletak disebelah sana segala 'permainan-permainan' itu; tujuannya tercapai apabila dia sudah menyelesaikan dengan baik 4 Tingkat yang lebih tinggi lagi daripada Kammatthana ini (yakni Tingkat 5-8) yang akan membawanya kepada Sang Lokuttara (Sang Ultra-duniawi, the Supra-mundane) yang dalam kitab-kitab terpujikan: "Dari raja-raja lebih agung, dari dewa-dewa lebih bahagia, kegilaan akan kehidupan berhenti sudah". Meditasi Buddhis melarang segala macam pernapasan yang tak wajar. Pernapasan harus tidak dipaksakan atau ditahan secara apapun juga. Orang hanya diminta untuk memperhatikan napas serta perubahan-perubahannya sehingga tercapai pikiran yang terpusat (konsentrasi).
UNTUK SIAPA LATIHAN INI DIANJURKAN Dengan 'watak tumpul' disini dimaksudkan pikiran yang tak bisa menghargai bekerjanya Sebab dan Akibat dalam bidang moral (kesusilaan) meskipun dalam hal-hal lain pikiran itu memiliki kecerdasan luar biasa. Seperti disabdakan Sang Maha Terberkah: "Bhikkhu, Tathagata tidak mengajarkan Anapanasati kepada orang-orang yang pikirannya suram, sidungu" (Naham bhikkhave muthassatissa asampajanassa anapanasati bhavanam vadami). Sesungguhnya, Kammatthana manapun juga tidak mungkin dapat dilaksanakan dengan berhasil baik tanpa sedikit-banyak kecerdasan akal dan penembusan dan anapanasati adalah terkenal sebagai 'Meditasi Pilihan Para Buddha'. Dapat pula dilihat Bahwa Anapanasati adalah Kammatthana kesayangan Para Paccekabuddha. Para Arahat pun menyebutnya 'Penunjang khusus atau tanah subur mereka di tengah-tengah tandusnya gurun-pasir'. Sebenarnya tanpa Meditasi tidak akan ada Kebijaksanaan tetapi tanpa kebijaksanaan tidak akan ada Meditasi dalam artikata yang sebenar-benarnya. Lebih-lebih akan hal ini dirasakan dalam latihan-latihan Anapanasati yang objeknya sesuatu yang tak mantap dan mudah sekali menghilang. Semakin maju semakin sukar sebab objeknya yaitu napas bertambah lama bertambah halus hingga sampai pada titik hampir menghilang. Bagi orang yang baru berlatih dan belum berpengalaman dalam meditasi, hal ini akan sangat membingungkan. Seperti sepotong kain sutera yang halus, jika akan di jahit maka jarum yang digunakan harus halus dan tajam ujungnya. Anapanasati adalah 'kain sutera' itu, pikiran adalah 'jarum' itu dan kecendekiaan menembus adalah ujung 'mata jarum' itu.
TEMPAT YANG SESUAI UNTUK BERLATIH
MEDITASI INI
Hutan adalah yang paling sesuai untuk musim panas, untuk orang-orang yang tenang dan orang-orang yang wataknya tumpul yakni orang-orang yang belum mengerti atau menghargai bekerjanya hukum Sebab dan Akibat dalam lapangan moral. Tempat di bawah pohon rimbun adalah terbaik bagi orang-orang yang gelisah atau yang wataknya pemarah (dosacarita). Tempat sepi yang terlindung dari hujan sangat menguntungkan bagi orang-orang yang perasaannya halus dan juga bagi orang-orang yang gugup dan tak mantap, orang-orang yang periang dan orang-orang yang berwatak kehawa-napsuan (ragacarita).
SIKAP DUDUK DALAM MEDITASI INI
CARA MENGATASI KESULITAN-KESULITAN
DALAM LATIHAN
IKHTISAR dari LATIHAN-LATIHAN
Buku ini tidak bermaksud hendak mengolah 4 Tingkat yang belakangan dan Latihan Meditasi Anapanasati (yaitu Tingkat 5-8). Tiap tingkat membawa pada tingkat berikutnya dan sesudahnya menyempurnakan Tingkat IV sang yogavacara menjadi 'Seorang Yang Telah Mencapai Tinggi' sebab ia telah mencapai keadaan luhur daripada JHANA dan dengan demikian mampu 'menghasilkan fenomena-fenomena yang berkekuatan' bilamana dan kapan saja kehendakinya. Kemajuan lebih lanjut dalam Empat Tingkat lebih tinggi akan memimpinnya pada Kearahatan dan Keheningan Nirwana. Empat tingkat lebih tinggi itu adalah berurusan dengan Sang Jalan (Magga) dan murni Ultra-duniawi (ultra-mundano). Si yogavacara akan merasa bahwa usahanya dalam mencapai Yang-Ultra-Duniawi akan lebih berbuah kalau lebih dulu dia memperkembangkan diri dan mencapai setinggi mungkin 'yang-duniawi' (the mundano), atau dengan perkataan lain, kalau lebih dulu dia menyempurnakan dan mencapai setinggi mungkin hasil daripada latihan-latihan Empat Pertama Meditasi Anapanasati ini. Para ahli dimensi keempat yang sangat dikejar-kejar tetapi yang amat membigungkan, bisa mencapai Yang-Ultra-Duniawi kalau kepada mereka ditunjukkan, lalu dimengerti cara serta jalannya dan kalau mereka mengerti pula betapa sia-sianya 'yang duniawi' itu.
CARA MULAI
MENGENANG PERINCIAN LATIHAN
OBJEK PENDAHULUAN DARI PADA
MEDITASI
Dalam tingkat ini latihan mulai dihubungkan dengan hitungan. Dalam bathinnya si yogavacara menghitung 'satu' ketika ia menarik napas, 'dua' ketika ia mengeluarkan napas dsb. Janganlah dia menghitung kurang dari lima, atau lebih dari sepuluh. Hendaknya ia memilih satu seri hitungan tertentu, yaitu diantara 5 dan 10 seri hitungan yang mana harus dipergunakannya seterusnya. Setelah sampai pada ujung seri hitungan yang dipilihnya, dia mulai lagi dari 'satu', dan seterusnya.
HITUNGAN PAK TANI Pada tahap permulaan biarlah hitungan itu terjadi pada setiap ujungnya napas, yaitu dengan mencatat dalam bathinnya 'satu' di ujungnya tarikan napas, 'dua' di ujungnya pengeluaran napas dst, seperti seorang petani yang menghitung takaran beras setiap kali ia menuangkan isinya barulah ia menghitung.
HITUNGAN GEMBALA SAPI Dengan demikian, dalam tahap pendahuluan ini hendaklah si yogavacara berkonsentrasi pada Pintu-Hidungnya, hanya di situ saja, terus-terus sampai sempurna, sebab di sinilah permulaan dari latihan-latihan tanpa hitungan yang akan menyusul.
BERAPA LAMA BERLATIH DENGAN
HITUNGAN
JANGANLAH NAPAS DIHALANG-HALANGI
Bilamana si yogavacara sudah dapat memusatkan pikirannya atas napas tanpa bantuan hitungan, maka tibalah dia pada Tingkat II ini. Kini hitungan dikesampingkan dan si yogavacara memusatkan perhatiannya pada napas. Tetapi pikirannya masih mungkin berkeliaran, apalagi sekarang hitungan tidak lagi membantunya. Maka itu haruslah dia menujukan pikirannya pada napas mulai dari titik permulaan melalui pertengahan sampai ke ujungnya napas dan kembali lagi. Ini harus dilatihnya terus sampai sempurna. Tingkat ini adalah bertalian dengan bagian pertama dari Tingkat I di mana napas diikuti tetapi di sini tanpa catatan hitungan di kedua ujungnya.
PERUMPAMAAN SI-PINCANG DAN AYUNAN Demikian juga si yogavacara yang duduk teguh dalam meditasi, diikutinya 'ayunan lengkap' daripada napasnya yang terdiri dari titik-permulaan, pertengahan, dan titik ujung dan kemudian melalui pertengahan kembali pula ke titik permulaan. Bilamana perhatiannya atas tiga tahap napas itu sudah menjadi otomatis maka selesailah latihan Tingkat Dua ini.
Tingkat ini adalah bertalian dengan bagian latihan hitungan di Tingkat I. Sekarang perhatian dititik-pusatkan atas kontak atau sentuhan napas di pintu-hidung dan kali inipun si yogavacara berkonsentrasi pada napas yang sedang memasuki atau meninggalkan pintu-hidung. Misalnya, seorang penjaga pintu kota yang memperhatikan orang-orang yang masuk keluar kota tetapi tidak menghiraukan ke mana mereka pergi setelah mereka lewat dari pintu kota. Pikiran tidak diizinkan untuk mengikuti Jalannya pernapasan. Hanya sentuhan napas di pintu-hidung atau pintu-hidung itu sendiri yang dijadikan Objek pada konsentrasi. Si yogavacara mencatat keluar dan masuknya napas di 'pintu' tersebut, tetapi walaupun ia tidak berkonsentrasi pada napas namun secara otomatis ia menyadari juga akan titik pertengahan dan titik ujungnya napas. Penyadaran yang otomatis atas 'ayunan lengkap' daripada napas walaupun ia berkonsentrasi atas pintu-hidung adalah 'buah sempurna' atau hasil daripada latihan-latihan yang sudah terlaksana dengan baik dalam Tingkat Dua.
PERUMPAMAAN SITUKANG GERGAJI Seperti si penggergaji adalah si yogavacara. Seperti balok di atas tanah rata yang mempermudah penggergajian adalah pintu hidung selaku objek pembantu (upannibandhana nimitta). Seperti gigi gergaji adalah Napas. Seperti si penggergaji memperhatikan gigi gergaji yang sedang memotong balok, begitupun si yogavacara memperhatikan sentuhan napas di pintu hidungnya. Si penggergaji menyadari bergeraknya gigi gergaji dari dan ke balok tetapi tidak menghiraukannya: demikian juga si yogavacara menyadari masuk dan keluarnya napas dari dan ke pintu-hidung tetapi tidak melayaninya. Seperti aksi pemotongan balok itu adalah tenaga jasmaniah dan bathiniannya si yogavacara. Seperti tercapainya hasil kerja dari si penggergaji demikianpun tercapainya penghancuran napsu-napsu rendah serta berkurangnya konsepsi-konsepsi pemikiran keliru daripada sang yogavacara. Proses lenyapnya napsu-napsu rendah dan berkurangnya konsepsi-konsepsi pemikiran akan selesai setelah si yogavacara melaksanakan dengan baik latihan-latihan dalam Tingkat IV. Tegasnya proses itu adalah tertindasnya rintangan-rintangan yang disebut Nivarana, yaitu yang mencakup napsu-napsu kesenangan badani (kesenangan keinderaan), kemarahan, kemalasan, kelengahan, kesibuk-kesibukan, keruwetan-pikiran, dan ketidak-yakinan. Singkatnya kesemuanya itu menunjukkan pada tercapainya Jhana atau keadaan daripada Jhana.
MANFAATNYA LATIHAN Tetapi jauh sebelum keuntungan itu dapat dipetiknya, latihan-latihan dan praktek-prakteknya sudah sempurna. Pikirannya tidak lagi tertuju pada napas atau pintu hidung. Pikiran telah hening dalam Jhana. Kesegaran serta Kekuatan Halus yang tak tercatat sedikitpun telah hadir. Hanya Keuntungan (Visesa) yang menunggu untuk dipetik.
MENGHILANGNYA TANDA ATAU OBYEK Seorang yang lemah dan lelah menjatuhkan diri di atas kursi dan kursi itupun memenjot serta mengeluarkan bunyi. Sebaliknya seorang yang sehat dan segar akan duduk dengan pelahan sehingga kursi itu tidak akan memenjot ataupun berbunyi. Oleh karena itu sang yogavacara sudah melatih badan dan pikirannya dalam meditasi dan Sila yang sempurna sehingga mencapai suatu keadaan yang murni dan 'ringan', maka dengan lemah gemulai dia 'meluncur' pada pernapasan yang semakin lama semakin menghalus. Perubahan-perubahan ini terus-menerus disadarinya hingga pada suatu ketika dia tidak lagi mengetahui apakah dia masih bernapas atau tidak. Kesemuanya ini tejadi dengan sedemikian halusnya sehingga tidak mungkin baginya untuk mengetahui dengan tepat saat mana dia telah memasuki tingkat meditasi berikutnya yang lebih tinggi.
APA YANG HARUS DIPERBUAT BILA TANDA ITU
MENGHILANG "Bayi dalam kandungan tidak bernapas. Orang yang terlelap dalam cairan tidak dapat bernapas. Orang dalam keadaan tercekik lemas tidak bernapas. Dalam keadaan Jhana Ke-IV terdapatlah berhentinya napas. Makhluk-makhluk surga, baik yang berbentuk maupun yang tak-berbentuk, tidak bernapas, demikian pula para Arahat dalam keadaan Nirodha Samapatti". Lalu ditegaskannya kepada dirinya sendiri: "Tetapi kamu (dirinya sendiri) tidak berada dalam salah satu keadaan itu, maka itu kamu mempunyai napas. Akan tetapi oleh karena masih kurang murni maka kamu tidak bisa menyadari napas yang sudah menghalus".
TERARAH PAPA PIKIRAN YANG TUNGGAL
PERUMPAMAAN PEMBAJAK YANG LELAH
TANDA YANG TIMBUL
BERBAGAI BENTUK PATIBHAGA NIMITTA
PERUMPAMAAN 'KHOTBAH' Bilamana Patibhaga Nimitta dan Meditasi Pendekatan yang menyertainya dimenangkan, maka si yogavacara telah melewati tahap Meditasi Pendahuluan, tetapi masihlah dia berada dalam lingkungan Rasa Badaniah (Kamavacara). Pada tahap ini hendaklah dia menghubungi guru-meditasinya.
APA YANG HARUS DIJELASKAN SEORANG GURU:
Aliran Digha Bhanaka
DALAM TARAP JHANA
CARA MELINDUNGI DAN MEMPERTAHANKAN
PATHIBAGA NIMITTA
MEMASUKI JHANA
KENAPA JHANA PERLU DIPERKEMBANGKAN
CARA MELINDUNGI KETRAMPILAN MEMASUKI
JHANA
LAMA BERLANGSUNGNYA JHANA
MENCAPAI LINGKUNGAN (SFEER) TANPA
BENTUK
PENEMBUSAN
KEADAAN SEORANG SOTAPATTI
APAKAH VIPASSANA (PANDANGAN TERANG) ITU? Impian-impian itu tampak cukup nyata (real) ketika orang sedang mengalaminya dan hanya tampak fantastis kepada mereka yang 'sada' (dan tak mengalaminya sendiri). Sang Buddha mengajarkan bahwa bilamana tiba 'BANGUN AGUNG' (Great Awakening) maka terbuktilah di situ bahwa segala-galanya di sekeliling kita yang tampaknya sejati dan nyata ini tidaklah lebih daripada unsur-unsur impian belaka. Empat jenis ilham mendahului datangnya Bangun Agung itu, yang oleh kaum Buddhis disebut Vipassana (Pandangan-Terang), yaitu pandangan dalam arti pengertian yang terang akan ke-ADA-an yang wajar alamiah, atau pandangan akan se-ADA-nya sesuatu tanpa diwarnai kesan-kesan, konsepsi-konsepsi dan sebagainya. Sebagian dari Wujud Kepalsuan yang terdiri dari sensasi-sensasi, persepi-persepsi, pengalaman-pengalaman bahkan kesadaran pun kita sekarang tolak dan sangkal sebagai 'saksi' dan kenyataan oleh karena kebenaran itu adalah ekspresi daripada ilmu pengetahuan duniawi (mundane). Penyinaran dahsyat hasil Vipassana Menembus menghancurkan dan menyapu bersih semua kekhayalan. Untuk mencapai Penerangan Dahsyat ini Sang Buddha telah menunjukkan cara serta jalannya. Setelah menginsyafi sifat ketidak-kekalan semua fenomena, bahkan fenomena yang tertinggi sekalipun, si yogavacara kini bertekad untuk mencapai 'Yang Abadi Itu'. Atas jalan Empat Tingkat yang lebih tinggi dari Kammatthana ini, bangunlah sang yogavacara maju menuju 'Sang Tujuan Agung'.
TINGKAT-TINGKAT DARI KESUCIAN
BANGUN
MENCAPAI NIKMAT PENGHENTIAN
Hening dia duduk —tak sehelai rambutpun
bergeser
Pada hakikatnya tiada yang salah dengan pikiran kita. Pikiran ini begitu suci dan tenang. Saat ini pikiranmu tidak tenang karena selalu mengikuti suasana hati. Pikiran menjadi tidak tenang atau gelisah karena tertipu oleh suasana hati. Sesungguhnya ia tidak memiliki apa-apa di dalamnya. Namun pikiran yang tidak terlatih begitu bodoh, hingga rangsangan indera datang menerpa dan menjerat dalam bahagia, derita, suka dan duka. Semua pengaruh indera itu bukan pikiran, suka dan duka itupun bukan pikiran. Mereka hanya suasana hati yang datang memperdaya. Pikiran yang tidak terlatih akan hanyut dan mengikuti mereka, lupa akan hakikatnya dan kita lalu akan berpikir bahwa kitalah yang sedang bersedih, sedang gembira, dan sebagainya. Sesungguhnya pikiran ini bisa berada dalam keadaan tenang; benar-benar tenang! Seperti sehelai daun yang tenang selama tiada angin berhembus, tapi bila angin datang, ia akan bergoyang. Dedaunan bergoyang ditiup angin —pikiran bergoyang disebabkan pengaruh rangsangan indera, menuruti ajakannya. Jika kita tidak menurutinya, karena mengetahui hakikat pengaruh-pengaruh itu dan tak mau ambil peduli lagi, maka pikiran tidak akan bergoyang. Latihan kita sesungguhnya adalah penelaahan hakikat pikiran yang alamiah. Kita akan melatih pikiran untuk mengetahui pengaruh-pengaruh indera agar tidak terhanyut di dalamnya. Hanya dengan latihan yang tidak mudah ini kita akan memperoleh hasil.
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Source : http://www.geocities.com/bbcid1 |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||