|
|
Menyadari
dan Mengatasi |
|
Oleh: Sri Pannyavaro Mahathera | |
Pikiran, Pemikiran, 'Sankhara' Pemikiran itu pun bukan juga suatu yang muncul kemudian berhenti, sehingga boleh dianggap sebagai hasil akhir dari suatu proses berpikir. Satu pemikiran muncul sesaat, kemudian berubah, cepat sekali, terus begitu tanpa henti. Semua yang muncul menjadi pikiran atau pemikiran disebut 'sankhara', perpaduan. Disebut perpaduan karena sifat kemunculannya yang tidak mandiri tetapi terjadi karena banyak faktor. Dan juga faktor-faktor yang memungkinkan timbulnya pikiran itu tidak kekal, berubah terus, maka pikiran yang muncul pun berubah dengan cepat.
Pengertian Benar Seluruh ajaran Guru Agung Buddha Gotama atau Dhamma, yang kita pelajari dan fahami adalah pengertian benar. Pengertian benar ini mempengaruhi pikiran. Tetapi pikiran tidak selalu berada dalam pengaruh atau arahan pengertian yang benar. Faktor-faktor lain pun masih sering muncul mempengaruhi pikiran kita, misalnya keserakahan, kebencian, keakuan, dan berbagai angan-angan lainnya. Bila pengaruh buruk itu muncul pada pikiran, lalu seseorang teringat pada pengertian benar bahwa keburukan akan berakibat keburukan; oleh karenanya pengaruh buruk jangan diikuti; maka pikiran buruk tidak akan berlanjut terus. Proses tidak berlanjutnya pikiran buruk itu dapat diterangkan sebagai berikut: Adanya kewaspadaan yang mengetahui bahwa pikiran buruk sedang atau mulai muncul, kemudian digunakanlah pengertian atau konsep yang baik untuk menghentikannya. Memang bisa berhasil. Meski bisa juga tidak berhasil. Artinya, pikiran yang buruk itu berjalan terus sampai muncul menjadi ucapan atau tindakan yang buruk. Cara ini yang dilakukan oleh hampir semua umat beragama. Pengertian benar yang sudah diyakini atau diimani digunakan untuk mengatasi pikiran-pikiran buruk. Demikian juga, umat Buddha mengenal pengertian 'Anatta' (tanpa-aku), atau 'Sunyata' (Tanpa inti yang kekal). Tetapi, bukan berarti kalau seseorang sudah mengerti atau faham benar tentang pengertian 'Anatta' yang diajarkan oleh Guru Agung Buddha Gotama, maka sudah tidak ada lagi pikiran keakuan padanya. Pikiran keakuan itu tetap saja timbul dengan begitu cepat dan begitu sering meskipun dia sudah sangat faham 'Anatta' dan juga sudah tidak menghendaki pikiran keakuan itu timbul. Bila ia waspada terhadap munculnya pikiran keakuan itu: "Ini kebaikanku. Ini jasaku. Ini kewajibanku. Ini hasilku," dan masih banyak lagi, lalu dilawanlah pikiran keakuan itu dengan pengertiannya tentang 'Anatta' (Tanpa-aku) yang sudah diyakini kebenarannya. Maka yang sekarang menjadi pikirannya adalah pikiran atau konsep tentang 'Anatta' (Tanpa-aku) tersebut. Cara ini bukanlah cara mengatasi atau menghabiskan keakuan, melainkan melawan konsep (keakuan) dengan konsep (tanpa-aku). Untuk memudahkan mengingat, kita berikan saja nama untuk cara ini: cara konvensional atau cara biasa.
Kewaspadaan atau Perhatian Memang kita belum mampu mengawasi setiap timbulnya pikiran buruk: keserakahan, iri hati, kebencian, kekejaman, kejengkelan, kekecewaan dan keakuan. Tetapi bila kita mengetahui atau menyadari bahwa pikiran itu mulai atau sedang muncul, maka perhatikanlah, awasilah! Pikiran itu akan berrhenti. Selanjutnya hanya kesadaran murni yang berlangsung. Kesadaran murni itu adalah kata lain dari kebebasan. Kebebasan dari penderitaan. Meski hanya dialami sesaat, kesadaran murni adalah kebebasan. Bagi yang belum mencapai kebebasan penuh, kebebasan itu hanya dialami sesaat. Mengapa hanya dialami sesaat? Karena kotoran yang lain dari pikiran masih akan muncul lagi.
Beda antara manfaat kedua cara Cara 'vipassana' atau mengembangkan pandangan terang akan menumbuhkan pencerahan mental yang menyadarkan kita bahwa kondisi pikiran ini adalah tidak kekal. Dalam perhatian penuh atau perhatian terus-menerus itu kita akan menyadari dengan jelas munculnya suatu pikiran, bertahan sebentar, lalu tenggelam. Kemudian muncul pikiran yang lain, bergolak, berkembang, tidak lama juga lalu tenggelam. Begitu seterusnya! Arus pikiran ini tidak akan pernah berhenti. Pencerahan mental yang timbul dari perhatian terus-menerus ('nyana'), bukan logika intelektual, terhadap pikiran kita sendiri ini akan mengurangi kelekatan atau kelengketan kita terhadap segala kenikmatan sesaat. Kekuatan keakuan yang timbul dalam pikiran menjadi berkurang. Kekuatannya yang membakar-bakar berbagai keinginan pun berkurang. Kemampuan mengetahui pikiran-pikiran yang muncul, utamanya pikiran keakuan, dan mengawasi atau memperhatikannya terus-menerus sampai pikiran keakuan itu lenyap adalah latihan dan juga tujuan meditasi Buddhis.
Keterangan: |
|
Sumber :
http://www.samaggi-phala.or.id |
|